....欢 迎 您 在 puksipuksi.blogspot.com............WELCOME at PUKSIPUKSI.BLOGSPOT.COM....

Tuesday, April 26, 2011

Mitos Pesut Mahakam

Mitos Pesut Mahakam


I. Pengertian Mitos

Mitos atau mite (myth) adalah cerita prosa rakyat yang tokohnya para dewa atau makhluk setengah dewa yang terjadi di dunia lain pada masa lampau dan dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita atau penganutnya.

Mitos pada umumnya menceritakan tentang terjadinya alam semesta, dunia, bentuk khas binatang, bentuk topografi, petualangan para dewa, kisah percintaan mereka dan sebagainya.Mitos itu sendiri, ada yang berasal dari Indonesia dan ada juga yang berasal dari luar negeri.

II. Cerita Mitos Pesut Mahakam

Pada zaman dahulu kala di rantau Mahakam, terdapat sebuah dusun yang didiami oleh beberapa keluarga.

Mata pencaharian mereka kebanyakan adalah sebagai petani maupun nelayan. Setiap tahun setelah musim panen, penduduk dusun tersebut biasanya mengadakan pesta adat yang diisi dengan beraneka macam pertunjukan ketangkasan dan kesenian.

Di tengah masyarakat yang tinggal di dusun tersebut, terdapat suatu keluarga yang hidup rukun dan damai dalam sebuah pondok yang sederhana. Mereka terdiri dari sepasang suami-istri dan dua orang putra dan putri. Pada suatu ketika, sang ibu terserang oleh suatu penyakit. Walau telah diobati oleh beberapa orang tabib, namun sakit sang ibu tak kunjung sembuh pula hingga akhirnya ia meninggal dunia. Sepeninggal sang ibu, kehidupan keluarga ini mulai tak terurus lagi. Mereka larut dalam kesedihan yang mendalam karena kehilangan orang yang sangat mereka cintai.

Suatu hari di dusun tersebut kembali diadakan pesta adat panen. Berbagai pertunjukan dan hiburan kembali digelar. Dalam suatu pertunjukan ketangkasan, terdapatlah seorang gadis yang cantik dan mempesona sehingga selalu mendapat sambutan pemuda-pemuda dusun tersebut bila ia beraksi. Mendengar berita yang demikian itu, tergugah juga hati sang ayah untuk turut menyaksikan bagaimana kehebatan pertunjukan yang begitu dipuji-puji penduduk dusun hingga banyak pemuda yang tergila-gila dibuatnya.

Sengaja sang Ayah berdiri di depan agar dapat dengan jelas menyaksikan permainan serta wajah sang gadis. Akhirnya pertunjukan pun dimulai. Suatu saat, akhirnya bertemu jua pandangan antara si gadis dan sang ayah tadi. Kejadian ini berulang beberapa kali, dan tidak lah diperkirakan sama sekali kiranya bahwa terjalin rasa cinta antara sang gadis dengan sang ayah dari dua orang anak tersebut.

Demikianlah keadaannya, atas persetujuan kedua belah pihak dan restu dari para sesepuh maka dilangsungkanlah pernikahan antara mereka setelah pesta adat di dusun tersebut usai. Dan berakhir pula lah kemuraman keluarga tersebut, kini mulailah mereka menyusun hidup baru. Mereka mulai mengerjakan kegiatan-kegiatan yang dahulunya tidak mereka usahakan lagi.

Dalam keadaan yang demikian, tidak lah diduga sama sekali ternyata sang ibu baru tersebut lama kelamaan memiliki sifat yang kurang baik terhadap kedua anak tirinya. Kedua anak itu baru diberi makan setelah ada sisa makanan dari ayahnya. Sang ayah hanya dapat memaklumi perbuatan istrinya itu, tak dapat berbuat apa-apa karena dia sangat mencintainya. Pada suatu ketika, sang ibu tiri telah membuat suatu rencana jahat. Ia menyuruh kedua anak tirinya untuk mencari kayu bakar di hutan.

Setelah membawa beberapa perlengkapan, berangkatlah mereka menuju hutan. Mereka pun mulai mengumpulkan kayu sebanyak-banyaknya. Menjelang tengah hari, rasa lapar pun tak tertahankan lagi, akhirnya mereka tergeletak di tanah selama beberapa saat. Dan tanpa mereka ketahui, seorang kakek tua datang menghampiri mereka. "Apa yang kalian lakukan disini, anak-anak?" tanya kakek itu kepada mereka. Kedua anak yang malang tersebut lalu menceritakan semuanya, termasuk tingkah ibu tiri mereka dan keadaan mereka yang belum makan nasi sejak kemarin hingga rasanya tak sanggup lagi untuk meneruskan pekerjaan. "Kalau begitu..., pergilah kalian ke arah sana." kata si kakek sambil menunjuk ke arah rimbunan belukar, "Disitu banyak terdapat pohon buah-buahan. Makanlah sepuas-puasnya sampai kenyang. Tapi ingat, janganlah dicari lagi esok harinya karena akan sia-sia saja. Pergilah sekarang juga!"

Sambil mengucapkan terima kasih, kedua kakak beradik tersebut bergegas menuju ke tempat yang dimaksud. Ternyata benar apa yang diucapkan kakek tadi, disana banyak terdapat beraneka macam pohon buah-buahan. Mereka kemudian memakan buah-buahan tersebut hingga kenyang dan badan terasa segar kembali. Setelah beristirahat beberapa saat, mereka dapat kembali melanjutkan pekerjaan mengumpulkan kayu hingga sesuai dengan yang diminta sang ibu tiri.

Menjelang sore, sedikit demi sedikit kayu yang jumlahnya banyak itu berhasil diangsur semuanya ke rumah. Mereka kemudian menyusun kayu-kayu tersebut tanpa memperhatikan keadaan rumah. Setelah tuntas, barulah mereka naik ke rumah untuk melapor kepada sang ibu tiri, namun alangkah terkejutnya mereka ketika melihat isi rumah yang telah kosong melompong.

Ternyata ayah dan ibu tiri mereka telah pergi meninggalkan rumah itu. Seluruh harta benda di dalam rumah tersebut telah habis dibawa serta, ini berarti mereka pergi dan tak akan kembali lagi ke rumah itu. Kedua kakak beradik yang malang itu kemudian menangis sejadi-jadinya.

Esok harinya, kedua anak tersebut bersikeras untuk mencari orangtuanya. Mereka memberitahukan rencana tersebut kepada tetangga terdekat. Beberapa tetangga yang iba kemudian menukar kayu bakar dengan bekal bahan makanan bagi perjalanan kedua anak itu. Menjelang tengah hari, berangkatlah keduanya mencari ayah dan ibu tiri mereka.

Telah dua hari mereka berjalan namun orangtua mereka belum juga dijumpai, sementara perbekalan makanan sudah habis. Pada hari yang ketiga, sampailah mereka di suatu daerah yang berbukit dan tampaklah oleh mereka asap api mengepul di kejauhan. Mereka segera menuju ke arah tempat itu sekedar bertanya kepada penghuninya barangkali mengetahui atau melihat kedua orangtua mereka.

Mereka akhirnya menjumpai sebuah pondok yang sudah reot. Tampak seorang kakek tua sedang duduk-duduk di depan pondok tersebut. Kedua kakak beradik itu lalu memberi hormat kepada sang kakek tua dan memberi salam. "Dari mana kalian ini? Apa maksud kalian hingga datang ke tempat saya yang jauh terpencil ini?" tanya sang kakek sambil sesekali terbatuk-batuk kecil. "Maaf, Tok." kata si anak lelaki, "Kami ini sedang mencari kedua urangtuha kami. Apakah Datok pernah melihat seorang laki-laki dan seorang perempuan yang masih muda lewat disini?" Sang kakek terdiam sebentar sambil mengernyitkan keningnya, tampaknya ia sedang berusaha keras untuk mengingat-ingat sesuatu. "Hmmm..., beberapa hari yang lalu memang ada sepasang suami-istri yang datang ke sini." kata si kakek kemudian, "Mereka banyak sekali membawa barang. Apakah mereka itu yang kalian cari?"

"Tak salah lagi, Tok." kata anak lelaki itu dengan gembira, "Mereka pasti urangtuha kami! Ke arah mana mereka pergi, Tok?" "Waktu itu mereka meminjam perahuku untuk menyeberangi sungai. Mereka bilang, mereka ingin menetap diseberang sana dan hendak membuat sebuah pondok dan perkebunan baru. Cobalah kalian cari di seberang sana." "Terima kasih, Tok..." kata si anak sulung tersebut, "Tapi, bisakah Datok mengantarkan kami ke seberang sungai?" "Datok ni dah tuha... mana kuat lagi untuk mendayung perahu!" kata si kakek sambil terkekeh, "Kalau kalian ingin menyusul mereka, pakai sajalah perahuku yang ada di tepi sungai itu."

Keduanya lupa akan rasa lapar yang membelit perut mereka karena rasa gembira setelah mengetahui keberadaan orangtua mereka. Akhirnya mereka sampai di seberang dan menambatkan perahu tersebut dalam sebuah anak sungai. Setelah dua hari lamanya berjalan dengan perut kosong, barulah mereka menemui ujung sebuah dusun yang jarang sekali penduduknya. Tampaklah oleh mereka sebuah pondok yang kelihatannya baru dibangun. Perlahan-lahan mereka mendekati pondok itu. Dengan perasaan cemas dan ragu si kakak menaiki tangga dan memanggil-manggil penghuninya, sementara si adik berjalan mengitari pondok hingga ia menemukan jemuran pakaian yang ada di belakang pondok. Ia pun teringat pada baju ayahnya yang pernah dijahitnya karena sobek terkait duri, setelah didekatinya maka yakinlah ia bahwa itu memang baju ayahnya. Segera ia berlari menghampiri kakaknya sambil menunjukkan baju sang ayah yang ditemukannya di belakang. Tanpa pikir panjang lagi mereka pun memasuki pondok dan ternyata pondok tersebut memang berisi barang-barang milik ayah mereka.

Rupanya orangtua mereka terburu-buru pergi, sehingga di dapur masih ada periuk yang diletakkan diatas api yang masih menyala. Di dalam periuk tersebut ada nasi yang telah menjadi bubur. Karena lapar, si kakak akhirnya melahap nasi bubur yang masih panas tersebut sepuas-puasnya. Adiknya yang baru menyusul ke dapur menjadi terkejut melihat apa yang sedang dikerjakan kakaknya, segera ia menyambar periuk yang isinya tinggal sedikit itu. Karena takut tidak kebagian, ia langsung melahap nasi bubur tersebut sekaligus dengan periuknya.

Karena bubur yang dimakan tersebut masih panas maka suhu badan mereka pun menjadi naik tak terhingga. Dalam keadaan tak karuan demikian, keduanya berlari kesana kemari hendak mencari sungai. Setiap pohon pisang yang mereka temui di kiri-kanan jalan menuju sungai, secara bergantian mereka peluk sehingga pohon pisang tersebut menjadi layu. Begitu mereka tiba di tepi sungai, segeralah mereka terjun ke dalamnya. Hampir bersamaan dengan itu, penghuni pondok yang memang benar adalah orangtua kedua anak yang malang itu terheran-heran ketika melihat banyak pohon pisang di sekitar pondok mereka menjadi layu dan hangus.

Namun mereka sangat terkejut ketika masuk kedalam pondok dan mejumpai sebuah bungkusan dan dua buah mandau kepunyaan kedua anaknya. Sang istri terus memeriksa isi pondok hingga ke dapur, dan dia tak menemukan lagi periuk yang tadi ditinggalkannya. Ia kemudian melaporkan hal itu kepada suaminya. Mereka kemudian bergegas turun dari pondok dan mengikuti jalan menuju sungai yang di kiri-kanannya banyak terdapat pohon pisang yang telah layu dan hangus.

Sesampainya di tepi sungai, terlihatlah oleh mereka dua makhluk yang bergerak kesana kemari di dalam air sambil menyemburkan air dari kepalanya. Pikiran sang suami teringat pada rentetan kejadian yang mungkin sekali ada hubungannya dengan keluarga. Kedua ikan yang mirip manusia itu adalah kedua anaknya. Ia terperanjat karena tiba-tiba istrinya sudah tidak ada disampingnya. Rupanya ia menghilang secara gaib. Kini sadarlah sang suami bahwa istrinya bukanlah keturunan manusia biasa. Semenjak perkawinan mereka, sang istri memang tidak pernah mau menceritakan asal usulnya.

Tak lama berselang, penduduk desa datang berbondong-bondong ke tepi sungai untuk menyaksikan keanehan yang baru saja terjadi. Dua ekor ikan yang kepalanya mirip dengan kepala manusia sedang bergerak kesana kemari ditengah sungai sambil sekali-sekali muncul di permukaan dan menyemburkan air dari kepalanya. Masyarakat yang berada di tempat itu memperkirakan bahwa air semburan kedua makhluk tersebut panas sehingga dapat menyebabkan ikan-ikan kecil mati jika terkena semburannya.

Oleh masyarakat Kutai, ikan yang menyembur-nyemburkan air itu dinamakan ikan Pasut atau Pesut. Sementara masyarakat di pedalaman Mahakam menamakannya ikan Bawoi.

III. Analisis Kritis

Tidak seperti mamalia air lain yakni lumba-lumba dan ikan paus yang hidup di laut, pesut (Orcaella brevirostris) hidup di sungai-sungai daerah tropis. Populasi satwa langka yang dilindungi Undang-Undang ini hanya terdapat pada tiga lokasi di dunia yakni Sungai Mahakam, Sungai Mekong, dan Sungai Irawadi.

Pesut mempunyai kepala berbentuk bulat (seperti umbi) dengan kedua matanya yang kecil (mungkin merupakan adaptasi terhadap air yang berlumpur). Tubuh Pesut berwarna abu-abu sampai wulung tua, lebih pucat dibagian bawah - tidak ada pola khas. Sirip punggung kecil dan membundar di belakang pertengahan punggung. Dahi tinggi dan membundar; tidak ada paruh. Sirip dada lebar membundar.

Cerita mitos pesut di daerah sungai mahakam tercipta beratus-ratus tahun yang lalu dengan media penyebaran dari mulut ke mulut. Mitos pesut sungai Mahakam tercipta mungkin disebabkan beberapa hal, seperti:

1. Bentuk tubuh pesut jika dilihat selintas akan nampak seperti manusia yang berenang di dalam air. Pesut Mahakam memiliki kepala bulat, ukuran cukup besar, dan berwarna abu-abu yang dilihat sepintas dan dari kejauhan akan kelihatan seperti manusia. Bentuk khas tubuh pesut yang berbeda dari hewan-hewan lain di sungai Mahakam membuat masyarakat Mahakam takjub dan mencari-cari cerita “mengapa bisa sampai ada hewan seperti itu”. Pada akhirnya masyarakat Mahakam zaman dahulu yang masih berpikiran sederhana, tidak kritis, dan masih terpengaruh takhayul menciptakan cerita yang sedikit irasional dan berkembang menjadi mitos pesut Mahakam.

2. Populasi pesut yang terus menurun dikhawatirkan oleh masyarakat Mahakam yang peduli dengan keberadaan pesut tersebut. Untuk mencegah penangkapan dan perburuan pesut di sungai Mahakam, masyarakat Mahakam mengembangkan mitos ini agar orang-orang Mahakam sendiri maupun dari luar terus menjaga dan menghormati keberadaan pesut di sungai Mahakam.

3. Masyarakat sungai Mahakam yang peduli pada kesejahteraan anak-anak menciptakan sebuah cerita yang berkaitan dengan perlindungan dan kesejahteraan anak. Cerita ini dikaitkan dengan pesut yang secara fisik mirip dengan anak yang berenang di air. Cerita ini kemudian berkembang menjadi mitos, sehingga orang-orang di sungai Mahakam diharapkan menjadi lebih perhatian kepada anak-anak mereka.

Mitos Pesut Sungai Mahakam tercipta ratusan tahun yang lalu ketika masyarakat pada saat itu masih berpikiran sederhana dan masih percaya pada hal-hal gaib. Pandangan irasional mereka tercermin dalam cerita mitos Pesut Sungai Mahakam yang menyebar dari mulut ke mulut. Beberapa contoh bagian yang tidak rasional dari cerita ini di antaranya adalah:

  1. Banyak buah-buahan yang lezat yang ditunjukkan oleh seorang kakek kepada dua anak yang sedang mencari kayu bakar. Buah-buahan tersebut hadir secara tiba-tiba dan menghilang secara tibab-tiba pula. Sang kakek pun mengingatkan bahwa di lain kesempatan dua anak itu tidak akan dapat menemukan tempat itu lagi.
  2. Ketika dua anak tersebut menemukan rumah orangtuanya, mereka langsung makan nasi yang telah menjadi bubur meskipun sangat panas. Bahkan sang adik makan bubur beserta periuknya sekaligus. Setelah makan bubur panas, kedua anak itu suhu tubuhnya langsung panas.
  3. Karena kepanasan kedua anak bersaudara berlari-lari kesana kemari. Di beberapa kesempatan mereka memeluk beberapa pohon pisang yang langsung layu dan hangus begitu mereka peluk.
  4. Ibu tiri yang menghilang tiba-tiba secara gaib ketika mengetahui kedua anak tirinya berubah menjadi pesut.
  5. Dua anak yang berubah menjadi pesut karena makan bubur panas buatan ibu tirinya yang ternyata bukanlah seorang manusia.

IV. Pesan yang ditampilkan oleh mitos Pesut Sungai Mahakam

Mitos Pesut Sungai Mahakam secara jelas menyiratkan beberapa pesan moral. Pesan moral yang terkandung di dalamnya diharapkan diikuti oleh orang-orang Mahakam. Beberapa pesan moral yang terkandung dalam mitos Pesut Sungai Mahakam adalah:

  1. Jangan pernah menelantarkan anak sendiri. Kalau menelantarkan anak sendiri seperti yang terjadi pada mitos Pesut Sungai Mahakam, maka anaknya akan berubah menjadi pesut. Meskipun tergila-gila pada orang lain, semua orangtua harus menjaga dan mengurus anak-anak mereka sendiri.
  2. Harus mengenal asal-usul dan latar belakang pasangan hidup kita. Jangan sampai seperti sang Ayah dalam cerita mitos Pesut Sungai Mahakam yang langsung menikahi seorang wanita padahal baru melihat. Wanita tersebut ternyata jahat dan bukanlah seorang manusia. Sang ayah pun terpengaruh wanita gaib itu untuk menelantarkan anaknya. Oleh karena itu, pintar-pintarlah mencari jodoh agar dapat diterima oleh orang-orang yang kita sayangi.

V. Komentar

Mitos Pesut Sungai Mahakam berkembang turun menurun sejak ratusan tahun yang lalu. Mitos ini sangat unik karena hanya ada di daerah sungai Mahakam di mana terdapat populasi pesut yang langka. Bentuk tubuhnya yang sangat khas, berbeda dari ikan, dan menyerupai manusia membuat orang-orang di sekitar sungai Mahakam bertanya-tanya “bagaimana bisa ada ikan yang seperti itu di sini?”

Masyarakat sungai Mahakam kemudian mengembangkan sebuah cerita yang menghubungkan pesut dengan pesan moral kepada para orangtua untuk menjaga dan tidak menelantarkan anak-anak. Hal ini mungkin berkaitan dengan kebiasaan orang-orang sekitar sungai Mahakam zaman dulu yang sering lupa memberi makan anak-anaknya karena sibuk bekerja di sepanjang sungai Mahakam. Cerita ini kemudian berkembang menjadi mitos.

Terdapat hal-hal gaib dalam mitos Pesut Sungai Mahakam ini. Adanya hal-hal gaib dalam cerita mungkin disebabkan agar orang yang mendengar cerita ini menjadi percaya dan takut untuk melanggar pesan moral yang terdapat dalam cerita. Hal-hal gaib yang ada dalam mitos diharapkan membuat orang takut untuk melanggarnya karena hal-hal gaib tersebut berada di luar kemampuan dan kekuasaan mereka.

Secara keseluruhan, mitos ini baik dan sangat berguna untuk menyebarkan pesan moral yang terkandung dalam cerita. Cerita asal-muasal pesut di sungai Mahakam ini penting untuk menjaga moral dan tradisi yang berkembang di sekitar sungai Mahakam. Mitos ini sangat khas karena hanya ada di sungai Mahakam dan tidak ada di tempat lain. Sehingga pesan moral yang hendak disampaikan terasa begitu membumi dan familiar bagi masyarakat sungai Mahakam.

No comments:

Post a Comment